Sabtu, 25 Desember 2010

Kesempitan Di Rongga Kesempatan

Sepertinya zaman menjadi tidak ramah kepada Gusmaduka, rejeki dalam wujud uang seolah olah menjauh dari dirinya. Duit hanya lengket dan ingin dipelihara oleh orang orang tertentu, yang sering lewat di depan rumahnya dengan kendaraan bernilai milyaran. Atau memang sudah takdir bagi dirinya bahwa duit enggan berjinak jinak pada dirinya?Di jalan tanjakan menuju kantor terdapat papan papan reklame menawarkan hunian di sekitar lembah tersebut. Iklan itu seolah olah menertawakan kemelaratannya.

“ Harga mulai dari 1,5 M…”

“ Hanya 1.2 M anda sudah dapat menikmati nuansa alam di tengah kota…”

“Cukup dengan 1,4 M anda telah memiliki apartement fasilitas ekslusif.”

Demikianlah bunyi iklan iklan tersebut. Sedangkan baginya untuk mendapatkan 1,5 juta rupiah saat ini adalah suatu hal yang memusingkan. Uang sekolah anak pertamanya yang telah nunggak 3 bulan, syarat agar anaknya bisa ikut ujian.

Siapa lagi yang belum kupinjami duitnya ya?
Hashimotosan? Sedang merintis bisnis “dendeng batokok”, duit merupakan kebutuhan baginya untuk menjaga stamina usahanya. Sedangkan hutang kepadanya 3 bulan lalu belum bisa dikembalikan padahal kemarin ia mulai memberikan tanda tanda untuk menagih.
Mas Kenyot? Hutang kepadanya memang sudah dikembalikan 3 bulan yang lalu dari pinjaman ke Hashimotosan. Pengembalian itupun agar ia bisa minjam kembali ke Mas Kenyot dengan nilai 2 kali lipatnya.

Konon kabarnya Den Baguse Ngandri sudah bekerja di Bank terkenal. Mudah mudahan bisa nebeng makmur. Tapi masa iya sih? Soalnya isu terakhir adalah cerita tragedi bulan februari. Dijanjikan bakal kerja hanya tinggal janji. Sedangkan Pak Uban lain lagi tragedinya, keantikan nasibnya dalam urusan barang antik kayaknya lebih layak dijual daripada barang dagangannya. Sedangkan urusan ke Lek Panut sebagai pengusaha sukses penyalur tenaga kerja adalah hal yang mustahil adanya mungkin diberi kerjaan tambahan yang belum jelas duitnya. Mendapatkan duit dari Lek Panut ibarat menarik uban dari rambut cepak di kepala Hashimoto.

Setelah membuat daftar nama potensi pemberi hutang dan peluang peluangnya. Berdasarkan analisa menggunakan algoritma neural network dan fuzzy logic, didapatkan kesimpulan bahwa mustahil mendapat hutangan pada saat ini. Dana beasiswa anak tidak mungkin dari hutangan. Istilah lain dari kata "digadaikan" adalah "disekolahkan". Supaya pintar sehingga bisa membantu si empunya yang terbelit dalam masalah keuangan. Televisi, motor dan laptop sudah disekolahkan semua 4 bulan yang lalu demi untuk menutupi kebutuhan biaya les bahasa londo anaknya. 2 bulan yang lalu ada 2 Nokia miliknya dan istrinya yang masuk status tergadaikan untuk uang sekolah anak keduanya yang sudah nunggak 2 bulan.

Malangnya, Mas Mahaduka memiliki sejarah pahit ketika kuliah dahulu. Mas Mahaduka pernah mengalami drop out alias putus kuliah. Kononnya pengalaman pahit itu bakat bawaan dan menular kepada lingkungan. Televisi, motor dan laptop, lenyap selamanya karena tidak mampu ditebus pada waktunya.

Jalan jalan jangan dianggap sebagai buang waktu dan tidak berguna. Istilah jalan jalan atau cari angin ternyata obat ampuh penghilang suntuk, suatu hiburan bagi orang stress seperti Gusmaduka. Entah angin apa yang membuat ia terdampar ke tempat ia menggadaikan handphone dulu. Sepertinya naluri, reflek untuk berlabuh di pegadaian sebagai tempat menemukan penyelamatan terhadap masalahnya.
Ada semacam dejavu ketika ia secara tak sengaja melihat 2 buah Nokia yang terpajang di etalase, diantara handphone seken yang sedang dijual. Kangen, takjub, malu, getir dan rasa tak nyaman lainnya mengaduk aduk seisi kantong perasaannya. Ia tahu bahwa barang barang tersebut sudah tidak dapat menjadi miliknya sama sekali. Kecuali, ia membelinya dengan harga di etalase tersebut.

Tapi… Inilah salahnya, kenapa di dunia ini ada kata tetapi atau tapi. Artinya, biasanya kecerdasan muncul dalam keadaan terjepit. Gusmaduka dahulu menggadaikan masing masing benda itu seharga 1,5 juta rupiah. Padahal barang itu dia beli 3 bulan sebelumnya nilai barunya sebesar 3,5 juta rupiah sebuah. Setelah drop out dan terpajang 2 bulan di etalase tersebut, barang itu masing masing dijual dengan harga 1 juta rupiah.

Otak Gusmaduka yang semula lembam tiba tiba berputar seratus delapan puluh derajat per detik. Begitu melihat nilai nilai yang menyangkut kedua Nokia yang ada di etalase tersebut, bakat jatuh bangunnya muncul kembali.

“Dalam 2 bulan untuk menyekolahkan handphone tertentu dengan metoda seperti ini kita bisa dapat margin 500 ribu. Ketika beli ulang, kita malah untung 500 ribu.”

Sudah hampir setengah tahun ini wajah Gusmaduka selalu ceria. Bisnisnya jual beli barang seken. Bahkan akupun bisa ikut nebeng makmur bersama beliau. Buktinya aku bisa punya “laptop mereknya ada lambangnya apel coak” berkat bantuan dari dia.